Senin, 06 Januari 2014

“ Pengaruh Globalisasi Ditinjau dari Budaya, Moral dan Agama” (PKN Semester 1)

PENDAHULUAN


A.  LATAR BELAKANG

            Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi etika moral dan rasa gotong royongnya. Ini terbukti dari kerjasama para pejuang-pejuang  Indonesia dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Indonesia mengalami reformasi-reformasi. Reformasi mengenai tatanan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
            Reformasi tersebut menimbulkan kerjasama Internasional. Indonesia berupaya menjalin hubungan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, untuk memajukan dan mensejahterakan rakyat Imdonesia. Dari kerjasama internasional tersebut, Indonesia mengalami perubahan-perubahan modern atau modernisasi atau globalisasi dari tahun-tahun sebelumnya.
            Banyak hal-hal baru yang masuk ke Indonesia, hal yang bersifat positif dan juga negatif, baik dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun masalah agama. Hal-hal yang masuk ke Indonesia tersebut mempengaruhi pemerintah untuk selalu berupaya meningkatkan pengaruh positif dan atau menghilangkan / mengurangi pengaruh negatifnya. Pengaruh negatif dari proses globalisasi kini dirasa sudah sangat meluas terutama masalah remaja yang hampir 80% pengaruhnya bisa dirasakan dari semua pihak. Itu hanya sebagian kecil dari dampak globalisasi. Dan yang masih hangat – hangatnya dibicarakan dari dampak globalisasi adalah terjadinya global warming, efek rumah kaca, mencairnya es di kutub – kutub. Kalau di bidang kebudayaan yang sekarang dialami para remaja kita saat ini yang mencampuraduk budaya timur dengan budaya barat hal ini juga disebabkan karena masih kurangnya pendidikan agama yang mendalam. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin membuat makalah tentang pengaruh – pengaruh globalisasi dalam segala bidang diatas yang kami buat dengan judul :

“ Pengaruh Globalisasi Ditinjau dari Budaya, Moral dan Agama”


B.  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah pengaruh globalisasi ditinjau dari aspek budaya ?
2.      Bagaimanakah pengaruh globalisasi ditinjau dari aspek moral ?
3.      Bagaimanakah pengaruh globalisasi ditinjau dari aspek agama ?


C.  TUJUAN MAKALAH
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari globalisasi.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh – pengaruh yang terjadi pada bidang yang telah diuraikan di atas.
3. Untuk mendukung dan ikut serta berperan dalam mengantisipasi / mengatasi masuknya pengaruh buruk dari globalisasi.






PEMBAHASAN

A.  PENGERTIAN GLOBALISASI/MODERNISASI

            Modernisasi dalam arti harfiah adalah proses menjadi masyarakat modern. Ini berarti proses perubahan masyarakat dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern. Modernisasi atau globalisasi adalah suatu gejala sosial yang dapat kita amati tanda-tandanya dalam kehidupan masyarakat. Kita dapat melihat wujud proses globalisasi tersebut dalam perkembangan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.
            Menurut J.W Schrool (1981), gejala globalisasi tidak bisa didefinisikan hanya dalam satu atau dua kalimat karena gejala globalisasi meliputi banyak aspekkehidupan. Kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan globalisasi hanya kalau kita mengenali berbagai aspek tersebut.
            Dari aspek ekonomi, gejala globalisasi dapat dilihat dari tumbuhnya kompleks industri secara besar-besaran yang mengadakan produksi barang-barang konsumsi dan barang-barang sarana produksi secara masal
            Aspek sosial gejala industri dapat dilihat dari tumbuhnya kelompok-kelompok baru dengan posisi sosial dan ekonomi yang sama dan mempunyai semacam kepentingan bersama. Kelompok-kelompok itu meupakan kelas-kelas sosial baru. Kaum budak, kelas petani, penyewa tanah, dan buruh tani dalam masyarakat modern berkurang jumlah dan perannya
            Dari aspek politik, gejala globalisasi dapat dilihat dari munculnya negara naisional yang memiliki kekuasaan politik pusat. Kekuasaan politik pusat itu tidak berhubungan dengan agama dan kepercayaan atau disebut sekularisasi. Globalisasi juga terlihat dari bertambah luas dan banyaknya tugas-tugas birokrasi  pemerintahan negara juga dalam rasionalisasi organisasinya.
             Dari aspek budaya, gejala globalisasi dapat, dapat diamati  dari gejala munculnya sistem kepercayaan dan pandangan dunia yang berubah sifatnya dari semula yang bersifat mistik dan magis menjadi lebih rasioanl. Bersama dengan itu, terjadilah semacam sekularisasi. Hal itu berarti bidang-bidang kehidupan yang berbeda , dan aktifitas-aktifitas yang penting sifatnya menjadi lebih terpecah-pecah dan mandiri. Agama dan pandangan hidup  juga berkurang kaitannya dengan aktifitas-aktifitas sosial ekonomi dan politik.
            Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa modernisasi atau globallisasi mencakup banyak aspek kehidupan. Meskipun demikian, bukan berarti kita tidak bisa memberikan pengertian globalisasi yang mencakup seluruh gejala tersebut. Melihat aspek-aspek  globalisasi diatas, kita dapat menyimpukan bahwa modernisasi atau globalisasi tidak lain merupakan penerapan pengetahuan rasional dan ilmiah terhadap semua aktifitas di semua bidang kehidupan atau terhadap semua aspek masyarakat.

1.  PENGARUH GLOBALISASI DITINJAU DARI ASPEK BUDAYA

Dalam pranata Wikipedia, didapatkan arti dari pada budaya sebagai berikut:             ” budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia”. Sedangkan para ahli mengemukakan pendapatnya masing-masing mengenai budaya. Menurut Edwar B. Taylor: ” Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,yang didalamnya mengandung kepercayaan,kesenian ,moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan- kemampuan lain yang didapat seorang sebagai anggota masyarakat ”. Sementara itu Selo Soemardjan dan Seelaiman Soemardi , menurut mereka ” kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat”. Dalam definisi globalisasi menurut beberapa ahli, salah satunya adalah Jan Aart Scholte mengatakan globalisasi adalah: ”serangkaian proses dimana relasi sosial menjadi relatif terlepas dari wilayah geografis”. Sementara bila mana menilik definisi budaya diatas, maka bisa diartikan bahwa globalisasi budaya adalah : ”serangkaian proses dimana relasi akal dan budi manusia relatif terlepas dari wilayah geografis”.

Hal ini memunculkan jalinan situasi yang integratif antara akal dan budi manusia disuatu belahan bumi yang satu dengan yang lainnya. Sementara itu dalam pandangan hiperglobalis mereka berpendapat tentang definisi globalisasi budaya adalah: homogenization of the wold under the uauspices of American popular culture or Western consumerism in general “. Ini berarti bahwa globalisasi budaya adalah proses homogenisasi dunia dibawah bantuan budaya popular Amerika atau paham komsumsi budaya barat pada umumnya.

Definisi hiperglobalis tersebut, jika bisa disamakan dengan keanekaragaman istilah globalisasi pada umumnya, yang salah satunya adalah Westernisasi. Dimana ada penyebaran budaya barat terutama kebudayaan Amerika. Namu, jika dilihat lebih lanjut, definisi dari hiperglobalis tidak bisa terlepas dari pada sifat-sifat yang cenderumg mengandung pikiran ekonomi,berorientasi ekonomi.

Hal itu jelas dapat dilihat dan dinilai dari penekanan paham konsumsi terhadap budaya Barat pada umumnya. Jadi bisa juga diartikan bahwa, budaya barat adalah budaya yang diperjualbelikan, sementara masyarakat dunia pada umumnya adalah konsumen yang menikmati. Sehingga munculah kondisi dimana istilah Westernisasi digunaklan sebagai simbolis terhadap sifat konsumerisme tersebut. Baik itu konsumsi terhadap bentuk pemerintahan atau sistim politik, mekanisme pasar atau paham ekonomi , bahkan hingga bentuk celana jeans atau kebudayaan. 



Dampak Globalisasi Media Terhadap Budaya dan Prilaku Masyarakat Indonesia.

Globalisasi media massa merupakan proses yang secara nature terjadi, sebagaimana jatuhnya sinar matahari, sebagaimana jatuhnya hujan atau meteor. Pendekatan profesional menjadi kata kunci, masalah dasarnya mudah diterka. Pada titik - titik tertentu, terjadi benturan antar budaya dari luar negeri yang tak dikenal oleh bangsa Indonesia. Jadi kehawatiran besar terasakan benar adanya ancaman, serbuan, penaklukan, pelunturan karena nilai – nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adalah munculnya majalah-majalah Amerika dan Eropa versi Indonesia seperti : Bazaar ,Cosmopolitan ,Spice,FHM, (for Him Magazine) ,Good Housekeeping ,Trax, dan sebagainya. Begitu juga membanjirnya program tayangan dan produk tanpa dapat dibendung. Sehingga bagaimana bagi negara berkembang seperti Indonesia menyikapi fenomena traspormasi media terhadap prilaku masyarakat dan budaya lokal,karena globalisasi media dengan segala yang dibawanya seperti lewat televisi, radio, majalah, koran, buku film, vcd, HP, dan kini lewat internet sedikit banyak akan berdampak pada kehidupan masyarakat.
Saat ini masyarakat sedang mengalami serbuan yang hebat dari berbagai produk poernografi berupa tabloitd, majalah, buku bacaan di media cetak, televisi, rasio, dan terutama adalah peredaran bebas VCD. Baik yang datang dari uar negeri maupun yang diproduksi sendiri. Walaupun media pernografi bukan barang baru bagi Indonesia, namun tidak pernah dalam skala seluas sekarang. Bahkan beberapa orang asing menganggap Indonesia sebagai ”surga pornografi” karena sangat mudahnya mendapat produk-produk pornografi dan harganya pun murah.
Kebebasan pers yang muncul pada awal reformasi ternyata dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tidak bertanggung jawab, untuk menerbitkan produk-produk pornografi. Mereka menganggap pers mempunyai kemerdekaan yang dijamin sebagai hak asasi warga Negara dan tidak dikenakan penyensoran dan pembredelan. Padahal dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang pers No 40 tahun 1999 itu sendiri, mencantumkan bahwa: ”pers berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat”.
Dalam media audio visualpun ada Undang-Undang yang secara spesifik mengatur pornografi yaitu Undang-undang perfilman dan Undang-undang Penyiaran. Dalam Undang-undang perfilman 1992 pasal 33 dinyatakan bahwa : ”setiap film dan reklame film yang akan diedarkan atau dipertujuklkan di Indonesia, wajib sensor terlebih dahulu”. Pasal 19 dari UU ini menyatakan bahwa : ”LSF (Lembaga Sensor Film)harus menolak sebuah film yang menonjolkan adegan seks lebih dari 50 % jam tayang”. Dalam UU Penyiaran pasal 36 ayat 6 dinyatakan bahwa: ” isi siaran televisi dan radio dilarang menonjolkan unsur cabul (ayat 5) dan dilarang merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama dan martabat manusia Indonesia ”.
Padahal, kita menyadari belum semua warga negara mampu menilai sampai dimana kita sebagai bangsa berada. Begitulah, misalnya banjir informasi dan budaya baru yang dibawa media tak jarang teramat asing dari sikap hidup dan norma yang berlaku. Terutama masalah pornografi dimana sekarang wanita–wanita Indonesia sangat terpengaruh oleh trend mode dari Amerika dan Eropa yang dalam berbusana cenderung minim,yang kemudian ditiru habis-habisan.
Sehingga kalau kita berjalan-jalan di mal atau di tempat publik sangat mudah menemui wanita Indonesia yang berpakaian serba minim dan mengumbar aurat.Dimana budaya itu sangat bertentangan dengan dengan norma yang ada di Indonesia.Belum lagi maraknya kehidupan free sex di kalangan remaja masa kini. Terbukti dengan adanya video porno yang pemerannya adalah orang-orang Indonesia.
Disini pemerintah dituntut untuk bersikap aktif tidak masa bodoh melihat perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Menghimbau dan kalau perlu melarang berbagai sepak terjang masyarakat yabg berperilaku yang tidak semestinya. Misalnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudoyono menyarankan agar televisi tidak merayakan goyang erotis denga puser atau perut kelihatan. Ternyata dampaknya cukup terasa, banyak televisi yang tidak menayangkan artis yang berpakaian minim.

Perubahan Budaya – Budaya Daerah
Budaya – budaya daerah di Indonesia secara umum memelihara prinsip hubungan sosial yang sangat diwarnai oleh ikatan sosial, kolektifitas, solidaritas sosial yang sangat tinggi di antara anggotanya. Dalam pola hidup masyarakat Indonesia kolektifitas dan komunalisme itu dapat dilihat dalam berbagai macam bentuk kegiatan sosial, misalnya tercermin dalam tradisi – tradisi sosial, gotong royong, upacara - upacara sosial keagamaan, dan ekspresi kesenian yang sangat beraneka ragam.
Modernisasi merupakan  proses masuknya suatu kebudayaan baru yang datang dari luar, terutama dari negara industri, yaitu budaya modern yang dibawa oleh proses globalisasi. Globalisasi pada prinsipnya membawa aspek budaya modernitas yang menjunjung tinggi prinsip rasionalitas, pemuasan hidup material, dan individualisasi. Prinsip demikian itu ketika masuk kedalam sub budaya masyarakat Indonesia akan bertemu dengan prinsip kolektifitas dan komunalisme tersebut. Hubungan pengaruh mempengaruhi antara budaya modernitas dan budaya-budaya lokal di Indinesia tidak bisa dihindari.

Sebagai contoh, kita dapat melihat pengaruh televisi terhadap tradisi sosial masyarakat Indonesia yang telah menyebabkan huubungan sosial yang kompak di pedesaan menjadi terganggu. Seluruh anggota keluarga pedesaan sekarang berkumpul bersama menonton televisi bersama. Mereka menyerap budaya global modernitas yang ditunjkkan dalam gaya hidup dan perilaku pada film-film dari industri negara maju. Contoh lain dari kehancuran adat istiadat dan tradisi budaya daerah adalah dalam kegiatan pariwisata. Kegiatan pariwisata dapat disebit sebagai pintu masuknya budaya gllobal modernitas, karena kegiatan pariwisata membawa masuk turis asing kedalam masyarakat Indonesia. Turis asing yang datang dari negara maju umumnya membawa budaya-budaya asing masuk kedalam komunitas budaya lokal di Indonesia. Dengan semakin banyaknya turis asing di Indonesia, berarti terjadi kontak-kontak budaya yang semakin intensif antara budaya global modernitas dan budaya-budaya daerah.
              Semua itu merupakan bentuk dari pengaruh globalisasi terhadap perubahan-perubahan budaya daerah di Indonesia. Kita dapat menemukan pengaruh semacam itu bukan hanya di dalam kegiatan pariwisata atau media massa tetapi juga dapat kuita temui di banyak aspek globalisasi seperti proses globalisasi ekonomi, kapitalisme, individualisasi dan rasionalisasi hubungan-hubungan sosial produksi di dalam masyarakat.

Masalah Ketertinggalan Budaya Teknologi
Ketertinggalan budaya ini terjadi apabila teknologi telah berkembang sedemikian pesat tetapi budaya perilaku dalam mempergunakan teknologi tersebut ketinggalan jauh. Sebagai contoh adalah perilaku anak muda dalam berlalu luntas. Teknologi kendaraan bermotor adalah teknologi yang datang dari luar negeri. Di dalam penggunaan teknologi tersebut ada tuntutan perilaku sosial terntentu yang harus dipenui, misalnya dalam cara memakai, memelihara, dan merawat teknologi mesin.
Akan tetapi pada umumnya orang tidak memperhatikan tuntutan perilaku tersebut dan hanya mempentingkan penggunaannya. Akibatnya sering terjadi pelanggaran-pelnggaran teknologi. Kendaraan yang mestinya harus digunakan dengan peralatan lengkap tetapi peralatannya banyak dilepas sehingga sering terjadi kecelakaan.

Antisipasi Strategis Menanggulagi Dampak Negatif Globalisasi Budaya 
Ketidakberdayaan tradisi dalam menghadapi kekuatan-kekuatan lain di luar dirinya tidak boleh dibiarkan begitu saja .Upaya-upaya pembakuan dan modernisasi yang mengarah pada proses pembunuhan tradisi harus dilawan, karena itu berarti pelenyapan atas sumber lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal.
Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk didalamnya penghargaan nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan cinta tanah air yang dirasakan semakin memudar dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam kenyataannya didalam struktur masyarakat terjadi ketimpangan sosial, baik dilihat dari status maupun tingkat pendapatan. Kesenjangan sosial yang semakin melebar itu menyebabkan orang kehilangan harga diri. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit dicernakan sementara itu budaya global lebih mudah merasuk.
Dalam masyarakat terutama di daerah pedesaan , dikenal adanya opinion leader atau pembuka pendapat atau tokoh masyarakat. Mereka mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak laku dalam cita-cita tertentu. Menurut Rogers (1983): ”pemuka pendapat memainkan peranan penting dalam penyebaran informasi. Melalui hubungan sosial yang intim, para pemuka pendapat berperan menyampaikan pesan-pesan, ide-ide dan informasi-informasi baru kepada masyarakat”. Melalui pemuka pendapat seperti tokoh agama, sesepuh desa, kepala desa, pesan-pesan tentang bahaya media pornografi dapat disampaikan.
Tapi yang lebih penting lagi adalah ketegasan Pemerintah dalam menerapkan hukum baik Undang-Undang Pers, Undang-Undang Perfilman dan Undang-Undang Penyiaran secara tegas dan konsisten disamping tentu saja partisipasi dari masyarakat untuk bersama-sama mencegah dampak buruk dari globalisasi media yang kalau dibiarkan bisa menghancurkan negeri ini.
Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya dalam menghadapi globalisasi budaya adalah nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang harus dimatikan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-nilai modern yang dibawa globalisasi. Dunia internasional sangat menuntut demokrasi, hak asasi manusia, lingkungan hidup menjadi agenda pembangunan di setiap negara. Isu-isu tersebut dapat bersinergi dengan aktualisasi dari filosofi lokal yang dimiliki Indonesia, misalnya di Bali yang dikenal dengan ”Tri Hita Karana”, yang mengajarkan pada masyarakat Bali, bagaimana harus bersikap dan berperilaku yang selalu mengutamakan harmoni, keselarasan, keserasian dan keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan manusia, dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan hidup.
Oleh karena itu globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan senasib dan sepenanggungan diantara warga sehingga perlu dilakukan revitalisasi budaya daerah dan perkuatan budaya daerah.


2.  PENGARUH GLOBALISASI DITINJAU DARI ASPEK MORAL

Pengertian Moral dalam Materi Pendidikan Kewarganegaraan
Pengertian moral, menurut Suseno (1998) adalah ukuran baik-buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah pendidikan untuk menjadaikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Sedangkan menurut Ouska dan Whellan (1997), moral adalah prinsip baik-buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujut aturan. Moral dan moralitas memiliki sedikit perbedaan, karena moral adalah prinsip baik-buruk sedangkan moralitas merupakan kualitas pertimbangan baik-buruk. Dengan demikian, hakekat dan makna moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi maupun menjalankan aturan.

Ada beberapa pakar yang mengembangkan pembelajaran nilai moral, dengan tujuan membentuk watak atau karakteristik anak. Pakar-pakar tersebut diantaranya adalah Newman, Simon, Howe, dan Lickona. Dari beberapa pakar tersebut, pendapat Lickona yang lebih cocok diterapkan untuk membentuk watak/karater anak. Pandangan Lickona (1992) tersebut dikenal dengan educating for character atau pendidikan karakter/watak untuk membangun karakter atau watak anak. Dalam hal ini, Lickona mengacu pada pemikiran filosofi Michael Novak yang berpendapat bahwa watak/ karakter seseorang dibentuk melalui tiga aspek yaitu, moral knowing, moral feeling, dan moral behavior, yang satu sama lain saling berhubungan dan terkait. Lickona menggaris bawahi pemikiran Novak. Ia berpendapat bahwa pembentukan karakter/watak anak dapat dilakukan melalui tiga kerangka pikir, yaitu konsep moral(moral knowing), sikap moral(moral feeling), dan prilaku moral(moral behavior). Dengan demikian, hasil pembentukan sikap karekter anak pun dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral. Pemikiran Lickona ini mengupayakan dapat digunakan untuk membentuk watak anak, agar dapat memiliki karater demokrasi. Oleh karena itu, materi tersebut harus menyentuh tiga aspek teori (Lickona), seperti berikut.

Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness), pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective talking), penalaran moral (reasoning), pengambilan keputusan (decision making), dan pengetahuan diri (self knowledge).
Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self control), dan kerendahan hati (and huminity). Prilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), kemauan (will) dan kebiasaan (habbit).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian moral/ moralitas adalah suatu tuntutan prilaku yang baik yang dimiliki individu sebagai moralitas, yang tercermin dalam pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Dalam pembelajaran PKn, moral sangat penting untuk ditanamkan pada anak usia SD, karena proses pembelajaran PKn SD memang bertujuan untuk membentuk moral anak, yaitu moral yang sesuai dengan nilai falsafah hidupnya.

Kerusakan Moral Bangsa Indonesia
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

Penyebab rusaknya moral bangsa Indonesia :
1. Pengaruh Budaya Luar Ini adalah hal yang mungkin menjadi penyebab rusaknya moral bangsa Indonesia,tak dapat dipungkiri pengaruh budaya barat merusak moral bangsa ini.Sebagai contoh free sex dan pergaulan bebas masuk ke indonesia dari merangseknya budaya barat ke negeri ini.

2. Kurangnya Agama Ini juga bisa menjadi sebab rusaknya bangsa indonesia.Jika agama yang kita miliki kuat maka tentu saja kita akan takut berbuat dosa.Sehingga tidak akan ada kejahatan atau paling tidak kejahatan akan sangat minim dalam negeri ini.Contohya saja jika para pejabat negeri ini memiliki landasan agama yang baik,maka apa berani dia memakan uang rakyat(Korupsi)?!

3. Salahnya Sistem Pendidikan Indonesia Ini juga bisa menjadi penyebab rusaknya moral di Indonesia. Sebagaimana anda tahu anak-anak menghabiskan banyak waktunya di dalam sekolah. Sayangnya sekolah sekarang hanya identik untuk mencari ilmu duniawi saja dan jarang ada yang sekolah yang juga mengajarkan aspek – aspek  moral, Jikalau ada, porsinya sangat minim.

Ketiga hal diatas mungkin hanya penyebab yang Basic saja,masih banyak lagi penyebab-penyebab lain yang menyebabkan moral bangsa ini merosot. Jikalau penyebabnya secara detail dijelaskan dibuat sebuah buku mungkin buku tersebut akan sangat tebal. Tetapi untuk memperbaiki moral bangsa indonesia saya rasa cukup menghilangkan 3 penyebab diatas saja.

Jikalau pengaruh luar sudah berkurang,agama kita kuat dan pendidikan juga mengajarkan aspek moral saya rasa moral bangsa indonesia tidak akan serusak ini
Kasus demi kasus yang melibatkan tindakan menyimpang para pemuda harapan bangsa tersebut tentu bisa menyesakkan para orang tua yang sudah merasakan mengabdikan kehidupannya untuk membangun Indonesia. Oleh karena itu kita memang harus menyadari bahwa bangsa ini sedang menghadapi problem yang cukup serius di masa yang akan datang.

Di antara faktor yang dominan mempengaruhi tindakan menyimpang di kalangan para pemuda tersebut adalah tentang budaya materialisme yang beranak pinak dengan budaya konsumerisme. Generasi yang terlahir di era 1980-an adalah generasi yang terlahir kebanyakan dalam suasana ekonomi yang sudah baik. Artinya, di saat itu kehidupan ekonomi orang tua –kelas menengah ke atas– tentu sudah semakin banyak. Akibatnya anak-anak yang dilahirkannya semenjak kecil sudah merasakan kehidupan yang baik dari sisi ekonomi dan kesejahteraan. Akibatnya mereka tidak merasakan betapa sulitnya menghadapi kehidupan ini.
Generasi yang terlahir di era ini sudah menikmati kemajuan ekonomi masyarakat Indonesia. Ketika mereka bersekolah, maka mereka sudah naik turun mobil. Bahkan antar jemput semenjak Taman Kanak-Kanak (TK). Akibatnya mereka tidak merasakan betapa sulitnya untuk mencapai sekolah. Ketika mereka Sekolah Menengah Pertama, maka mereka sudah memakai sepeda motor. Dan kemudian ketika SMA dan kemudian ke perguruan tinggi, maka sudah menggunakan mobil sebagai transportasi harian. Makanya mereka tidak merasakan betapa susahnya pergi dan pulang ke sekolah.

Realitas ini sungguh sangat paradoks dengan generasi sebelumnya yang terlahir di era 1950-an. Mereka kebanyakan adalah generasi yang masih merasakan bagaimana susahnya sekolah. Saya masih ingat ketika SMP harus mengayuh sepeda pancal sejauh 15 kilometer setiap hari. Belum lagi jalanan yang sangat jelek. Jalan masih makadam untuk kebanyakan jalan di daerah kabupaten. Jalan beraspal adalah jalan yang antar provinsi.

Makanya tingkat kesulitan yang dialami oleh mereka juga cukup besar.
Sebagaimana yang telah kita dengar dan baca di media, bahwa banyak anak muda yang terlibat di dalam tindakan yang menyimpang. Banyak pengguna narkotika dan obat terlarang lainnya adalah mereka yang tergolong muda, yaitu usia antara 20-35 tahun. Masa ini sesungguhnya adalah masa keemasan bagi seorang anak manusia, sebab di saat inilah bangunan kehidupan tersebut diletakkan. Keberhasilan atau kegagalan kehidupan sudah bisa diduga di saat ini. Jika pemuda gagal merumuskan fondasi kehidupan di era ini, maka sudah bisa diduga bahwa kegagalan akan membayanginya.

Yang juga menyedihkan adalah ketika yang melakukan tindakan menyimpang terutama dalam tindakan korupsi adalah para pemuda. Sebagaimana kita pahami bahwa tindakan perilaku menyimpang ini terjadi karena pengaruh budaya materialisme yang sangat mendalam. Mereka ingin memperoleh kehidupan yang sejahtera dengan sesegera mungkin, sehingga melupakan dimensi moralitas dan kepatutan. Jika ini yang kemudian menjadi pilihan bagi generasi muda, maka masa depan Indonesia sungguh dipertaruhkan. Semua tentu tidak ingin bahwa Indonesia akan memiliki nasib sebagai bangsa yang selalu menjadi negara dengan tingkat korupsi yang luar biasa tinggi.

Terkait dengan hal ini, maka seharusnya semua elemen bangsa ini harus melakukan revitalisasi moralitas, sehingga ke depan akan didapatkan keadaan yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan sekarang.

Oleh karena itu, pendidikan karakter bangsa bagi generasi muda tentu sangat diperlukan, sehingga ke depan para pemuda memiliki tanggungjawab moral untuk membela dan membangun Indonesia yang lebih baik.

Dan sekarang ini keadaan politik di Indonesia tidak seperti yang kita inginkan. Banyak rakyat beranggapan bahwa politik di Indonesia adalah sesuatu yang hanya mementingkan dan merebut kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Pemerintah Indonesia pun tidak mampu menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian rakyat yang mengeluh, karena hidup mereka belum dapat disejahterakan oleh negara. Pandangan masyarakat terhadap politik itu sendiri menjadi buruk, dikarenakan pemerintah Indonesia yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai wakil rakyat dengan baik.

Bagi mereka politik hanyalah sesuatu yang buruk dalam mencapai kekuasaan.
Kesimpulan : Rakyat Indonesia belum merasakan kinerja yang baik dari pemerintah Indonesia, malahan membuat mereka memandang buruk terhadap politik itu sendiri. Selain itu, para generasi muda Indonesia haruslah diperkenalkan dengan politik yang sebenarnya, agar dikemudian hari mereka dapat menjadi generasi baru yang lebih bertanggung jawab.

Seperti yang di muat dalam pancasila khususnya sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradap”. Dari pernyataan ini mengandung maksud bahwa rakyat Indonesia diharapkan untuk hidup adil dan beradap. Untuk mencapai masyarakat yang beradap di perlukan moral dan gaya hidup yang baik. Moral dan gaya hidup bangsa Indonesia tercermin pada perbuatan-perbuatan rakyat Indonesia itu sendiri khususnya para remaja sebagai generasi penerus sekaligus ujung tombak bangsa Indonesia.

Langkah yang perlu diambil bangsa Indonesia menghadapi persoalan bangsa pada era globalisasi dan memasuki usia ke-63 adalah melakukan rekonstruksi moral secara total dengan membangun kembali karakter dan jati diri bangsa (Nation and character building). Selain melakukan rekonstruksi moral juga melakukan konsolidasi kebangsaan dengan melaksanakan langkah strategi memperkuat komitmen kebangsaan dan bersama membangun ke Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.

Dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa keadaan moral dan gaya hidup remaja Indonesia saat ini telah telah mengalami kerusakan dan perlu di perbaiki lagi. Sebab gaya hidup dan moral mereka sudah tidak sesuai lagi dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Sehingga dari semua pihak yang terkait perlu membantu demi kesadaran dan kebaikan generasi penerus kita.




3.  PENGARUH GLOBALISASI DITINJAU DARI ASPEK AGAMA

Pemaknaan mengenai agama sangat variatif sehingga kebebasan sangat diagungkan, makna toleransi menjadi bergeser dari pelajaran budi pekerti yang pada masa orde baru semuanya harus seragam, sama, dan satu pemikiran bahkan bentuk tindakannya. Konsep globaliasai sangat bertentangan dengan konsep masa orde baru yang semua dengan aturan dan meng”harus”kan semua aspek dengan ketentuan pemimpin. Konsep globalisasi memuculkan banyak lokal-lokal wisdom yang kemudian menjadi tren (globaliasai budaya).
Pemaknaan agama sangat erat dengan pemaknaan budaya, bahkan keduanya berjalan beriringan sehingga ketika budaya itu sendiri telah mengalami globaliasai begitu pula pemahaman agama.

Agama yang dikemukakan oleh EB Taylor (1832 – 1917) adalah religion is the belief in spiritual being” . Harun Nasution menjelaskan agama sebagai
1.    Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2.    Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3.    Mengikatkan diri pada satu bentuk hidup yang mengandung pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4.    Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5.    Suatu system tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib.
6.    Pengakuan terhadap adanya-kewajiban-kewajiban yang diyakin bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7.    Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8.    Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang rasul.

Koentjaraningrat menyebut aspek kehidupan beragama dengan komponen religi. Menurut Koentjaraningrat ada lima komponen religi;
1.      Emosi Keagamaan
2.      Sistem Keyakinan
3.      Sistem Ritus dan Upacara
4.      Peralatan Ritus dan Upacara
5.      Umat Beragama

Definisi agama yang sangat multitafsir ini di era globalisasi, karena informasi sangat mudah didapat tidak sedikit masyarakat yang kemudian sudah terbiasa dari ajaran yang tatap muka baik melalui pendidikan agama secara formal, informal, maupun nonformal akhirnya mempunyai definisi sendiri dan menjalani hidupnya dengan apa yang diyakini. Pada pengertian ini kemudian banyak sekali bentuk implembtasi agama yang condong ke arah modernisasi diri mengikuti informasi apa yang telah individu itu dapatkan dan yakini.
Bagi bangsa Indonesia mengedealisasikan peranan agama dalam pembentukan budaya dan kepribadian bangsa adalah wajar, karena agama memang memiliki akar yang kokoh dalam, hampir segala untuk tidak menyebut seluruh subkultur yang ada di Indonesia, konon sejak zaman dahulu kala. Dengan kata lain, bagi bangsa Indonesia agama telah menjadi salah satu unsur yang paling dominan dalam sejarah peradaban kita, termasuk di dalamnya era modern ini, dan bahkan diduga keras akan tetap berpengaruh di masa depan.
Perubahan tentang organisasi dan gerakan-gerakan agama dilihat dari perspektif teori sosiologis merupakan salah satu diantara tipe studi agama. Dua bentuk lainnya adalah pengkajian agama sebagai suatu problema teoritis yang bersifat sentral dalam memahami tindakan sosial, dan agama dilihat dari pertautannya dengan kawasan kehidupan sosial lainnya, sepertiekonomi, politik, dan kelas sosial.

Implementasi Pemaknaan Agama dalam Masyarakat di era Globalisasi

1.      Agama Kristen (Protestan dan Katolik)
Pergeseran nilai-nilai yang didoktrin oleh agama perlahan muncul dipermukaan salah satunya disebabkan oleh globalisasi. Contohnya di lingkup keluarga seorang Peran Agama Dalam Era Globalisas dan Modernisas serta Kaitannya dengan Ketahanan dan Peranan Keluarqa : Sudut Pandang Agama Kristen yang diteliti oleh Dr. Alex Peat menjelaskan bahwa adanya beberapa hal yang terjadi yaitu goncangnya lembaga perkawinan: poligami, perceraian, kumpul kebo, kawin paksa, perkosaan, homophili; meluruhnya cinta suami istri : egoisme, hedonisme, cara-cara machiavelis (tujuan menghalalkan cara : abortus, sterilisasi paksa); faktor penghambat luar keluarga: keadaan ekonomis, hukum, ledakan penduduk, keadaan sosio-psikologis (struktur patriarki ke nuclear family, pandangan perceraian yang permisif, komersialisasi seks).
UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke Tuhan Yang Maha Esa. Pada pernyataan tersebut tersirat bahwa perkawinan bukan kebahagiaan tetapi kesatuan dengan ikatan lahir batin antara suami-istri dalam membentuk keluarga, untuk itu suami-istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangakan kepribadiannya mencapai kesatuan sejati dalam perkawinan.

2.      Agama Islam
Salah satu contohnya adalah pergeseran makna dan pelaksanaan pesantren dalam kehidupan modern. Pesantren bukan lagi merupakan lembaga yang mengajarkan khusus nilai-nilai agama namun juga mata pelajaran umum sama dengan lembaga pendidikan yang lain. Sejalan dengan globalisasi dengan kemajuan teknologi, pesantren juga berkembang agar bisa diterima oleh masyarakat luas. Tidak hanya pelajaran salafi namun juga pelajaran global sehingga para santri dipersiapkan untuk menjalani kehidupan global dengan cara-cara lokal. Think globaly act localy sering digembor-gemborkan untuk membentuk identitas baru masyarakat pesantren di era globalisasi.
Dampak hal ini bersifat positif dan negatif. Pada pesantren yang telah menerima ilmu-ilmu baru maka santrinya akan mempunyai wawasan luas sehingga muncul sikap kritis dan motivasi yang tinggi untuk hidupnya. Kegagalannya apabila nilai agamanya tidak berkembang cepat dengan ilmu sains nya maka pembentukan moral yang sesuai dengan ajaran agama tentunya akan terdominansi oleh ajaran sains yang terkadang tidak sesuai dengan ajaran agama yang dianut khusunya nilai-nilai dalam agama Islam.

3.      Agama Hindu
Salah satu masyarakat yang mayoritas beragama Hindu adalah di pulau Bali, dahulu masyarakat sangat kental dengan sistem kasta. Akan tetapi dengan adanya pengaruh globalisasi dan modernisasi maka perlahan sistem kasta mulai tidak diberlakukan lagi, dan ada kelonggarn-kelonggaran. Contoh lain yaitu ketika ada upaca peringatan hari Imlek di Candi Borobudur, dimana seharusnya upacara itu berjalan hikmat, akan tetapi seiring berkembangnya jaman ada nilai-nilai yang bergeser dalam prosesi upacara tersebut, misalnya banyak pengunjung yang mendokumentasikan upacara tersebut untuk kepentingan ekonomi sehingga upacara tersebut menjadikan berkurangnya nilai kesakralan dari prosesi upacara tersebut. Contoh lain yaitu adanya konflik Homo-Aiqualis dan Homo-hierarchicus. Kelompok Homo-Aiqualis dengan ideologi egalitarianisme ingin melihat masyarakat Bali yang demokratis, tanpa adanya diskriminasi atas dasar keturunan. Di lain pihak kelompok Homo-hierarchicus dengan segala upaya mempertahankan status quo hierarki tradisionalnya. Dari sini kita melihat bahwa kelompok Homo-Aqualis telah terpengaruh oleh prinsip-prinsip demokrasi karena adanya.

4.      Agama Budha
Agama ini mengajrkan bahwa seseorang harus menemukan pengertian tentang kehidupan meski tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Seorang rahib dapat menghabiskan seluruh waktu hidupnya dengan melakukan meditasi yang menggunakan sebuah kalimat atau kata yang disebut koan.Koan adalah suatu teka-teki yang tidak mempunyai jawaban yang populer adalah “suara apakah yang timbul dari bertepuk sebelah tangan? Orang-orang Buddha Zen sering membuat taman-taman yang indah sebagai alat bantu untuk melakukan meditasi. Pergeseran yang ada di dalam agama Buddaha karena adanya pengaruh globalisasi yaitu adanya pergeseran nilai kebenaran. Dimana norma dan nilai-nilai mulai dilanggar, contohnya saja pergaulan yang ada di masyarakat khususnya muda-mudi yang melanggar norma asusila dan tidak lagi mengindahkan aturan-aturan yang berlaku.

5.      Agama Konghucu
Konghucu mengajarkan bahwa surga dan bumi menjadi harmonis jika semua orang mematuhi mereka yang  berada di atas dan membagi dengan pantas kepada mereka yang berada di bawah. Berkenaan dengan masyarakat hierarkis yang benar maka anak laki-laki harus patuh kepada ayah, istri, harus patuh kepada suami, rakyat harus patuh kepada kaisar, dan kaisar harus mematuhi surga.
Globalisasi mempengaruhi sebuah proses asmilasi, dan asimilasi memberikan dampak pada pergeseran nilai-nilai pada kehidupan beragama ajaran konghucu, dapat dilihat pada perayaan Cap Go Meh yang merupakan festival lampion dan pesta onde-onde. Perlahan-lahan, ciri ini mendapat bentukanya dalam konteks budaya Indonesia. Pesta onde-onde mulai bergeser dan digantikan dengan makan lontong atau ketupat. Sebuah proses budaya sekaligus menunjukkan bahwa etnis Tionghoa telah mengakar dapat budaya Indonesia. Pesta lampion masih terjadi di beberapa daerah, tetapi itu sebatas pada tempat-tempat tertentu. Pesta lampion ini cenderung bergeser menjadi sebuah perayaan atau lebih tepat disebut sebagai gelar budaya. Dari sebuah perayaan yang berpusat di tempat ibadat bergeser ke ruang publik. Sadar atau tidak sadar, pergeseran tempat ini pun membawa sebuah pergeseran nilai. Ketika sebuah perayaan diadakan di sebuah tempat ibadat maka nilai religiusnya menjadi semakin kuat. Ketika perayaan mulai bergeser ke area pubik, maka nilai religiusnya menjadi semakin berkurang. Sebuah perayaan yang dilangsungkan di tempat publik maka menjadi milik publik. Siapa pun bisa ikut menikmatinya tanpa takut terjebak pada nilai religius yang dihayatinya.


Peranan dan Tantangan Agama dalam Sains dan Teknologi

Hubungan antara agama dan sains dalam sejarah peradaban manusia sangatlah erat. Hubungan ini sangat penting karena peradaban umat manusia tidak lepas dari pergumulan berbagai nilai, termasuk nilai sains dan agama. Setiap ada penemuan baru dalam sains, selalu menimbulkan gejolak tertentu dalam masyarakat beragama karena mereka belum memiliki perangkat baru untuk menyesuaikan diri dengan penemuan tersebut, sementara perangkat dan nilai-nilai lama belum siap untuk berubah. Benturan antara nilai-nilai baru dengan nilai-nilai lama tidak saja menimbulkan gejolak, tetapi sekaligus menimbulkan kebingungan dan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan.
Gejolak antara sains dan agama terjadi pada era renaisans. Gereja pada masa pertengahan sangat berkuasa dan dominan, tidak saja dalam lapangan agama, tetapi juga dalam lapangan ilmiah. Tradisi ilmiah yang sebenarnya tidak baku dan statis menjadi sakral dan tidak boleh diubah. Oleh karena itu, ketika Nicolaus Copernicus dan Galileo menemukan teori bahwa bumi itu pusat jagad raya, tetapi mataharilah yang merupakan pusat jagad raya, kalangan gereja sangat marah karena teori tersebut bertentangan dengan doktrin “ilmiah” gereja. Ketegangan ini rupanya merupakan cikal bakal sekulerisme di Barat. Agamawan berjalan menurut kebenaran dan doktrin gereja, sedangkan ilmuwan berjalan sesuai dengan struktur dan ukuran rasional empiris. Akibatnya antara agama dan ilmu tidak akan bersinggungan, sehingga sains di Barat menjauh dari agama. Dari sini muncul semboyan sains, atau sains yang bebas nilai. Menurut Harun Nasution, pemakaian sains tidak dikontrol oleh agama. Sains dikembangkan demi sains tanpa mengindahkan kerusakan yang dibawanya kemasyarakat, menurut para saintis, bukanlah urusan mereka, tetapi itu adalah masalah kaum agama dan moralis.
Padahal kaum agama dan moralis di Barat boleh dikatakan tidak ada pengaruhnya lagi. Seiring dengan kemajuan sains dan teknologi di Barat, nilai-nilai agama secara berangsur-angsur juga bergeser bahkan berseberangan dengan ilmu. Bagi sebagian ilmuan di Barat agama di anggap penghalang kemajuan. Mereka beranggapan, jika ingin maju, agama tidak boleh lagi mengurusi masalh-masalh yang berkaitan dengan dengan dunia, seprti politik dan sains. Para pemikir dan saintis sering mengemukakan nada minor terhadap agama, baik pada awal munculnya era industrialisasi maupun pada dekade belakangan ini. Karl Marx terkenal dengan pernyataanya bahwa agama adalah candu masyarakat. August Comte menyatakan bahwa agama hanya cocok untuk masyarakat yang masih primitif dan terbelakang.
Sekarang, menurut Comte, adalah era positivisme, yang semua kejadian dapat diukur dan diterangkan dengan rasional. Bahkan para saintis suatu saat berpendapat bahwa pencarian untuk menemukan ‘kebenaran’ akan membawa suatu kecenderungan utama untuk menyembah sains ketimbang agama.
Kecenderungan ini memuncak pada filsafat sekuler ‘Tuhan sudah mati’ yang diungkapkan oleh teolog radikal Thomas J.J Altizer di tahun 1960 dan 1970-an. Sekarang, dengan pandangan milenium, kekuatan kecenderungan berbalik, menuju kebangkitan agama dan menyangkal kepercayaan yang buta terhadap sains dan teknologi. Menurut B.R Wilson, agama terlibat sedikit dalam masyarakat. Namun, dia mengakui terlalu pagi untuk mengatakan bahwa masyarakat modern dapat berfungsi tanpa agama. Sementara itu, Sultan Takdir Alisjahbana, berpendapat bahwa dalam era globalisasi dan informasi yang semakin terbuka, agama dapat memerankan diri dalam bidang moral dan etika. Sebab, agama selalu mengaitkan segala aktivitas mansia kepada keadaan kekudusan Tuhan dan memberikan kepadanya perasaan kekecilan dan penyerahan.
Menurut harun Nasuition, Agama dan sains mengahdapi persoalan yang cukup rumit ketika berhadapan dengan situasi dimana perkembangan zaman berjalan begitu cepat. Satu sisi sins di Barat berkembang dengan pesatnya, tetapi jauh dari jiwa agama, sehingga yang terjadi adalah sains yang sekuler. Sebaliknya, di Timur masyarakatnya taat beribadah, tetapi lemah moralnya, sehingga muncul bentuk ‘sekulerisasi’ juga dalam umat beragama. Harun Nasution memberikan alternatif untuk mangatasi persoalan tersebut. Pertama, menyesuaikan filsafat dan sains sekuler dengan ajaran dasar agama, sehingga yang berkembang di dunia bukan filsafat dan sains yang sekuler, tetapi filsafat dan sains yang agamis. Kedua, mengutamakan pendidikan moral umat beragama, di samping pengajaran ibadat dan syariat, sehingga tercitalah umat yang berakhlak mulia.



















PENUTUP

KESIMPULAN
Dari uraian dan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dampak globalisasi kenyataannya sangat berpengaruh terhadap prilaku dan budaya masyarakat Indonesia dimana fenomena peng- globalan dunia harus disikapi dengan arif dan positif thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat bagi kemajuan. Namun kita tidak boleh lengah dan terlena, karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa.
Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahwan dan teknologi. Akan tetapi perlu kecerdasan dalam menyaring efek globalisasi. Akses kemajuan tehnologi informatka dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestari dan pengembang nilai-nilai budaya lokal.Jati diri daerah harus terus tertanam dijiwa masyarskat Indonesia, serta harus terus, meningkatkan nilai-nilai keagamaaan.

SARAN
Maka dengan pembuatan makalah ini pengetahuan kita pasti sudah bertambah mengenai pengaruh globalisasi yang ditinjau dari budaya, moral dan agama.

Kita sebagai remaja terpelajar harus bisa menyaring pengaruh-pengaruh globalisasi yang masuk kelingkungan masyarakat berdasarkan pancasila dan agama. Dengan begitu kita bisa menghadapi dampak globalisasi yang bersifat buruk bagi kita.